Cut Nyak Dien(Sumber : Wikipedia)
Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh,
1848 Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung
Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh
yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI
Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga
bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada
tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan
bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak
Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar
memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju
untuk menikah dengannya pada tahun 1880 yang menyebabkan meningkatnya
moral pasukan perlawanan Aceh. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama
Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku
Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat
menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang
sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien
saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu
pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.
Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Disana ia dirawat dan
penyakitnya mulai sembuh. Namun, ia menambah semangat perlawanan rakyat
Aceh serta masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap,
sehingga ia dipindah ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada
tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.
Perempuan Aceh Berhati Baja
Cut Nyak Dien
Perempuan Aceh Berhati Baja
Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah yang banyak melahirkan pahlawan
perempuan yang gigih tidak kenal kompromi melawan kaum imperialis. Cut
Nyak Dien merupakan salah satu dari perempuan berhati baja yang di
usianya yang lanjut masih mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan
Belanda sebelum ia akhirnya ditangkap.
Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran Lampadang, Aceh, tahun 1850, ini
sampai akhir hayatnya teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsanya.
Wanita yang dua kali menikah ini, juga bersuamikan pria-pria pejuang.
Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertamanya dan Teuku Umar suami keduanya
adalah pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan Kemerdekaan
Nasional.
Jiwa pejuang memang sudah diwarisi Cut Nyak Dien dari ayahnya yang
seorang pejuang kemerdekaan yang tidak kenal kompromi dengan penjajahan.
Dia yang dibesarkan dalam suasana memburuknya hubungan antara kerajaan
Aceh dan Belanda semakin mempertebal jiwa patriotnya.
Ketika Lampadang, tanah kelahirannya, diduduki Belanda pada bulan
Desember 1875, Cut Nyak Dien terpaksa mengungsi dan berpisah dengan ayah
serta suaminya yang masih melanjutkan perjuangan. Perpisahan dengan
sang suami, Teuku Ibrahim Lamnga, yang dianggap sementara itu ternyata
menjadi perpisahan untuk selamanya. Cut Nyak Dien yang menikah ketika
masih berusia muda, begitu cepat sudah ditinggal mati sang suami yang
gugur dalam pertempuran dengan pasukan Belanda di Gle Tarum bulan Juni
1878.
Begitu menyakitkan perasaaan Cut Nyak Dien akan kematian suaminya yang
semuanya bersumber dari kerakusan dan kekejaman kolonial Belanda. Hati
ibu muda yang masih berusia 28 tahun itu bersumpah akan menuntut balas
kematian suaminya sekaligus bersumpah hanya akan menikah dengan pria
yang bersedia membantu usahanya menuntut balas tersebut. Hari-hari
sepeninggal suaminya, dengan dibantu para pasukannya, dia terus
melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda.
Dua tahun setelah kematian suami pertamanya atau tepatnya pada tahun
1880, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, kemenakan ayahnya.
Sumpahnya yang hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu
menuntut balas kematian suami pertamanya benar-benar ditepati. Teuku
Umar adalah seorang pejuang kemerdekaan yang terkenal banyak
mendatangkan kerugian bagi pihak Belanda. Teuku Umar telah dinobatkan
oleh negara sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Sekilas mengenai Teuku Umar. Teuku Umar terkenal sebagai seorang pejuang
yang banyak taktik. Pada tahun 1893, pernah berpura-pura melakukan
kerja sama dengan Belanda hanya untuk memperoleh senjata dan
perlengkapan perang. Setelah tiga tahun berpura-pura bekerja sama, Teuku
Umar malah berbalik memerangi Belanda. Tapi dalam satu pertempuran di
Meulaboh pada tanggal 11 Pebruari 1899, Teuku Umar gugur.
Cut Nyak Dien kembali sendiri lagi. Tapi walaupun tanpa dukungan dari
seorang suami, perjuangannya tidak pernah surut, dia terus melanjutkan
perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh. Dia seorang pejuang yang
pantang menyerah atau tunduk pada penjajah. Tidak mengenal kata kompromi
bahkan walau dengan istilah berdamai sekalipun.
Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu dirasakan Belanda
sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh,
sehingga pasukan Belanda selalu berusaha menangkapnya tapi sekalipun
tidak pernah berhasil.
Tapi seiring dengan bertambahnya usia, Cut Nyak Dien pun semakin tua.
Penglihatannya mulai rabun dan berbagai penyakit orang tua seperti encok
pun mulai menyerang. Di samping itu jumlah pasukannya pun semakin
berkurang, ditambah lagi situasi yang semakin sulit memperoleh makanan.
Melihat keadaan yang demikian, anak buah Cut Nyak Dien merasa kasihan
kepadanya walaupun sebenarnya semangatnya masih tetap menggelora. Atas
dasar kasihan itu, seorang panglima perang dan kepercayaannya yang
bernama Pang Laot, tanpa sepengetahuannya berinisiatif menghubungi pihak
Belanda, dengan maksud agar Cut Nyak Dien bisa menjalani hari tua
dengan sedikit tenteram walaupun dalam pengawasan Belanda. Dan pasukan
Belanda pun menangkapnya.
Begitu teguhnya pendirian Cut Nyak Dien sehingga ketika sudah terkepung
dan hendak ditangkap pun dia masih sempat mencabut rencong dan berusaha
melawan pasukan Belanda. Pasukan Belanda yang begitu banyak akhirnya
berhasil menangkap tangannya. Dia lalu ditawan dan dibawa ke Banda Aceh.
Tapi walaupun di dalam tawanan, dia masih terus melakukan kontak atau
hubungan dengan para pejuang yang belum tunduk. Tindakannya itu kembali
membuat pihak Belanda berang sehingga dia pun akhirnya dibuang ke
Sumedang, Jawa Barat. Di tempat pembuangan itulah akhirnya dia meninggal
dunia pada tanggal 6 Nopember 1908, dan dimakamkan di sana.
Perjuangan dan pengorbanan yang tidak mengenal lelah didorong karena
kecintaan pada bangsanya menjadi contoh dan teladan bagi generasi
berikutnya. Atas perjuangan dan pengorbanannya yang begitu besar kepada
negara, Cut Nyak Dien dinobatkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Penobatan tersebut dikuatkan dengan SK Presiden RI No.106 Tahun 1964,
tanggal 2 Mei 1964
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments Blogger 0 Facebook
Post a Comment